Berharap tidak kena tunjuk guru atau terlihat oleh pembicara di depan agar tidak diminta menjawab pertanyaan. Apakah kalian adalah mereka yang seringkali mengarahkan pandangan ke bawah bahkan hampir menunduk ketika berjalan melewati banyak orang? Jika ya, kalian tidak sendirian. Saya pun begitu – dulu. Sekarang? Terkadang masih, tapi tidak separah dulu ketika masih bersekolah. Kata “minder” good walaupun saya berusaha menampilkan diri sebaliknya ketika berada di lingkungan pekerjaan. Tuntutan pekerjaan rasanya menjadi motivasi besar untuk perlahan bisa meningkatkan kepercayaan diri.
Saya pun baru beberapa tahun belakangan menganalisa berbagai masalah yang menghambat kepercayaan diri itu. Terlahir di keluarga yang biasa saja dan bertumbuh di keluarga busted household bisa jadi salah satu alasan saya menyimpan rasa minder dalam diri. Gunjingan warga sekitar akan orangtua saya yang bercerai bukanlah hal yang mudah di masa kecil. Apalagi saat itu sepertinya keluarga saya adalah satu-satunya keluarga yang bercerai. Tidak seperti sekarang yang mana masyarakat sudah lebih mengenal kata “perceraian”, dahulu bercerai seakan suatu hal yang amat berdosa. Belum lagi sekolah swasta nan bonafit tempat saya menimba ilmu ketika Sekolah Dasar. Terlihat sekali perbedaan perlakuan para master pada orangtua mereka yang berdonasi besar pada sekolah. Terutama karena saya termasuk siswi yang kurang berprestasi, sering lupa mengerjakan pekerjaan rumah, dan membawa buku. Rasanya sepanjang SD tidak pernah terlewat hukuman demi hukuman untuk kelalaian saya tersebut. Continue reading